BPHN Sorot Realisasi RUU Diusulkan Pemerintah Menjadi UU di Prolegnas Prioritas 2020 -->

Header Menu

BPHN Sorot Realisasi RUU Diusulkan Pemerintah Menjadi UU di Prolegnas Prioritas 2020

Sunday, September 27, 2020

Jakarta - Realisasi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) terus menjadi sorotan. Sejumlah kalangan menilai, kinerja DPR RI dan Pemerintah perlu diperbaiki agar produktivitas dalam menghasilkan undang-undang mengalami peningkatan. Pasalnya, ini bukan hal yang mudah, selain komitmen dari kedua belah pihak, diperlukan strategi jitu agar usulan Prolegnas Prioritas menjadi lebih terukur.

Kepala BPHN Kementerian Hukum dan HAM RI Prof R Benny Riyanto mengatakan, bahwa hasil evaluasi capaian Prolegnas Prioritas 2020, jauh dari harapan. Sebab dari total 37 Rancangan Undang-Undang (RUU) Prioritas, pemerintah dan DPR RI baru berhasil melahirkan satu undang-undang. Hal itu juga RUU yang diusulkan oleh DPR RI.

Sedangkan dari 15 RUU yang diusulkan pemerintah, belum ada satu pun RUU “pecah telur” menjadi undang-undang.

“Ini menunjukkan kita (pemerintah) nafsu besar, tenaga kurang. Kita harus benar-benar selektif dalam penyusunan Prolegnas Prioritas Tahunan 2021 nanti,” kata Kepala BPHN, saat memimpin Rapat Antar Kementerian (RAK) Penyusunan Prolegnas Prioritas 2021, Kamis (24/9/2020) yang digelar di Aula lantai 4 gedung. BPHN, Cililitan – Jakarta Timur dan secara virtual.

Perlu diketahui, sebelumnya pemerintah dan DPR RI sepakat mengusulkan sebanyak 50 RUU Prolegnas Prioritas 2020. Namun, lantaran situasi pandemi Covid-19, akhirnya pemerintah dan DPR RI sepakat untuk menghapus sebanyak 16 RUU, namun menambah tiga usulan RUU baru dan mengganti dua RUU dari daftar.

Kemudian memasuki bulan September, nyatanya baru satu RUU yang berhasil menjadi undang-undang, yakni UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Berdasarkan laporan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI saat Rapat Paripurna Perubahan Prolegnas 2020, Kepala BPHN menyatakan, dalam hal terdapat RUU yang tidak selesai dibahas dalam dua kali masa persidangan, Baleg DPR RI, pemerintah, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI akan mengevaluasi RUU tersebut sehingga berpeluang dihapus dari daftar Prolegnas.

Sebagai informasi, dari 15 RUU yang diusulkan pemerintah, enam RUU atau (40%) dalam proses pembahasan di DPR RI, empat RUU atau (25%) dalam proses permohonan Surat Presiden (Surpres), dan lima RUU atau (35%) dalam proses penyusunan di internal pemerintah.

“Evaluasi Prolegnas Prioritas 2020 perlu menjadi perhatian dan dicermati bersama,” kata Kepala BPHN.

Undang 54 K/L, BPHN Bahas Strategi Penyusunan Prolegnas Prioritas 2021

Lebih lanjut, terkait strategi penyusunan Prolegnas Prioritas 2021, Kepala BPHN mengusulkan sejumlah upaya. Pertama, mengusulkan kembali RUU yang belum selesai di tahun 2020.

Kedua, memperhatikan tingkat kesiapan RUU Baru yang diusulkan sesuai skala prioritas penyelenggaraan pemerintahan. Adapun kesiapan yang dimaksud berupa kesiapan Naskah Akademik, Surat Keterangan selesai Penyelarasan Naskah Akademik, draf RUU, Surat Keterangan selesai rapat Panitia Antarkementerian (PAK), dan Surat Keterangan selesai Harmonisasi.

Lalu strategi Ketiga, memperhatikan beban komisi. RUU Baru yang akan diusulkan, lanjut Kepala BPHN, harus memperhatikan beban kerja di Komisi-Komisi DPR RI. Keempat, hasil pemantauan dan peninjauan. Ini merupakan tahapan baru dalam perubahan UU Nomor 12 Tahun 2011 terkait dengan hasil analisis dan evaluasi regulasi berupa rekomendasi perubahan atau pencabutan undang-undang.

“Ini sebagai proyeksi kalau kita mau ajukan Prolegnas Prioritas di tahun 2021,” kata Kepala BPHN.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM RI Bidang Sosial, Mien Usihen mengatakan, dalam mengusulkan Prolegnas Prioritas Tahunan, Kementerian/Lembaga (K/L) sebaiknya memperhatikan urgensi dari RUU yang diusulkan.

Namun, pemahaman mengenai urgensi tersebut bukan secara sektoral melainkan lingkup nasional. Misalnya, apakah bila suatu RUU tidak segera terbit atau diusulkan, apakah akan mempengaruhi perekenomian secara nasional.

Di samping itu, lanjut Mien, mengusulkan Prolegnas artinya draf RUU sudah siap dibahas bersama DPR, bukan baru akan disusun di internal pemerintah.

“Kalau memang tidak urgent, bisa masuk di Prolegnas Jangka Menengah terlebih dahulu. Jadi, Oktober nanti pemerintah sampaikan RUU yang siap dibahas, bukan RUU yang siap disusun,” kata Mien.

Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional BPHN Djoko Pudjirahardjo mengatakan, saat ini DPR RI mengubah jadwal pembahasan Prolegnas Prioritas Tahunan 2020, yang biasanya dilakukan akhir tahun sekira bulan November atau Desember, namun kali ini pembahasan dimajukan menjadi di akhir bulan September 2020.

“Biasanya November atau Desember. Pembahasan Prolegnas kali mendahului pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (R-APBN). Dengan perubahan ini bisa kita sikapi bersama, bagaimana kita bisa mempersiapkan regulasi yang baik sesuai yang kita harapkan,” kata Djoko.