Kadis Perkim Aceh Jadi Tersangka Korupsi -->

Header Menu

Kadis Perkim Aceh Jadi Tersangka Korupsi

Monday, October 11, 2021

Peristiwa.co. Aceh Besar - Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Besar menetapkan tiga tersangka dugaan korupsi pembangunan Jetty Kuala Krueng Pudeng Kecamatan Lhoong dengan pagu anggaran Rp 13,3 miliar. Salah satunya adalah M Zuardi yang menjabat Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Aceh.

"Kita dapatkan informasi ini beberapa saat setelah proses penangkapan oleh pihak kejaksaan. Untuk sementara belum dapat kami sampaikan tindak lanjut terkait hal ini," kata Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA saat dikonfirmasi, Senin 11 Oktober 2021.

Muhammad mengaku belum mendapat informasi terbaru terkait kasus tersebut. Tersangka Zuardi saat ini ditahan di Rutan Kajhu, Aceh Besar.

Muhammad menyebut proses pelayanan di Dinas Perkim masih berjalan normal. Dia mengatakan Pemprov Aceh menghargai dan mengikuti proses hukum yang berjalan.

"Kami pastikan proses pelayanan dan kedinasan Perkim tetap berjalan sebagaimana mestinya," jelas Muhammad.

"Kita hargai setiap proses hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum," lanjutnya.

Sebelumnya, Kejari Aceh Besar menetapkan tiga orang sebagai tersangka dugaan korupsi pembangunan Jetty Kuala Krueng Pudeng Kecamatan Lhoong dengan pagu anggaran Rp 13,3 miliar. Kasus tersebut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 miliar.

"Tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah tersangka dengan inisial MZ (55) sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) merangkap PPK, TH (39) sebagai PPTK dan YR (41) sebagai kontraktor pelaksana yang juga Direktur PT Bina Yusta Alzuhri," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Aceh Besar Deddi Maryadi kepada wartawan, Jumat (8/10).

Deddi mengatakan, pembangunan jetty itu menggunakan anggaran tahun 2019 pada Dinas Perairan Aceh dengan nilai kontrak hingga selesai pelaksanaan Rp 13,3 miliar. Penyidik mencium aroma korupsi dalam pembangunan sehingga melakukan penyelidikan.

Dia menyebut, dalam kasus itu tersangka MZ dan TH diduga melakukan manipulasi terhadap data seolah-olah data tersebut telah sesuai dengan ketentuan. Namun fakta di lapangan, data tersebut tidak sesuai fakta.

"Tersangka YS dan TH telah membuat kekurangan volume pekerjaan batu lebih 1.000 kg/unit, terjadi kekurangan sebesar 3.518,55 m3. Untuk batu kurang 250 kg/unit, terjadi kekurangan sebesar 2.916,44 m3, sehingga terdapat selisih kelebihan pembayaran yaitu sebesar Rp 2,3 miliar," jelas Deddi.

"Karena selisih nilai kontrak dengan nilai riil tersebut didapat oleh para tersangka dengan perbuatan-perbuatan secara melawan hukum, maka selisih tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai keuntungan bagi pihak penyedia jasa melainkan adalah suatu kerugian keuangan negara," lanjutnya.(Detik)