Penerapan Qanun LKS Untuk Pembangunan Ekonomi Aceh -->

Header Menu

Penerapan Qanun LKS Untuk Pembangunan Ekonomi Aceh

Sunday, August 29, 2021

Pembangunan ekonomi merupakan peningkatan pendapatan per kapita dalam jangka panjang yang disertai dengan perubahan struktural perekonomian secara umum, dimana dimensi perubahan mencakup seluruh sektor kehidupan baik yang berpengaruh terhadap faktor-faktor ekonomi maupun yang non-ekonomi. Tujuan akhir dari pembangunan ekonomi adalah meningkatnya taraf hidup masyarakat yang bermuara pada kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa atau daerah.

Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berkualitas. Namun secara pembangunan, provinsi ini masih tertinggal dari provinsi lain di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, provinsi Aceh merupakan provinsi termiskin di Sumatera dan nomor enam di Indonesia. Padahal jika kita melihat dari sisi APBA (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), Aceh termasuk provinsi yang mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah pusat karena adanya dana Otonomi Khusus (Otsus) dan Minyak dan Gas Bumi (Migas). Namun kenyataan menunjukkan hal yang sangat menyedihkan, dimana Aceh masih miskin dan tertinggal.

Hal ini menyebabkan saya sebagai warga Aceh sangat sedih dan prihatin. Coba kita bayangkan bersama bahwa dengan sedemikian banyaknya APBA yang jumlahnya puluhan trilyun setiap tahunnya sejak adanya Otsus Migas, tapi kenyataan yang kita lihat bersama bahwa masih belum sesuai pengeluaran pemerintah untuk pembangunan ekonomi dengan realisasi secara riil di lapangan. Walaupun memang secara pembangunan fisik provinsi ini secara umum termasuk provinsi yang mengalami percepatan pembangunan yang sangat baik dalam bidang fasilitas publik seperti jalan, jembatan, gedung dan fasilitas publik lainnya serta sarana dan prasarana pemerintahan dan masyarakat. Namun dari sisi pembangunan secara ekonomi belum menunjukkan perkembangan yang signifikan.

Dalam perspektif pembangunan ekonomi, memang ada peningkatan yang kita lihat dari beberapa sisi, namun secara umum masih banyak hal yang harus dibenahi agar bisa tercapai peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kelemahan yang mendasar secara perekonomian yang masih mencolok dapat kita lihat dari ketergantungan Aceh terhadap provinsi Sumatera Utara dari sisi distribusi arus barang dan jasa. Produksi yang terbatas ditambah lagi dengan sedikitnya industri yang berkembang di Aceh membuat pertumbuhan ekonomi sedikit terhambat dan stagnan. Apalagi di lapangan kita lihat bahwa ketergantungan ekonomi dengan proyek-proyek pemerintah masih tinggi di Aceh, sehingga ada pameo yang menyebutkan bahwa jika APBA tidak disahkan oleh DPRA, maka ekonomi Aceh juga ikut terkena imbasnya. Kelemahan lainnya kita lihat dari masih kurangnya kran investasi walaupun sudah mulai digenjot dalam beberapa tahun terakhir, namun banyak investor terutama investor asing masih enggan menanamkan modalnya di Aceh karena faktor keamanan dan iklim investasi yang mereka rasa masih kurang kondusif. Ditambah lagi masih adanya praktek korupsi dan terjadinya kebocoran keuangan yang berdampak pada kualitas proyek yang tidak baik sehingga adanya pemborosan dan inefisiensi keuangan daerah.

Dari sisi positifnya, kita melihat sudah ada perkembangan yang lumayan bagus di sektor perbankan dimana dengan disahkannya Qanun No. 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) memberikan secercah harapan bagi masyarakat agar bisa bertransaksi secara syari’ah dan terhindar dari riba. Qanun ini walaupun masih perlu upaya sosialisasi yang intensif ke masyarakat, dan masih ada juga nada-nada sumbang dari sebagian kelompok kecil masyarakat di Aceh, namun bisa menjadi tonggak sejarah bagi Aceh untuk membuktikan kepada publik bahwa ekonomi Aceh bisa bangkit dengan menerapkan syari’ah secara kaffah. Namun hal ini masih butuh perjuangan dan kerja keras dalam implementasinya ke depan.

Salah satu indikator provinsi Aceh masih belum menunjukkan perkembangan positif dari pembangunan secara ekonomi adalah tingkat kemiskinan. Angka kemiskinan yang diatas rata- rata nasional menjadi bola salju yang jika dibiarkan secara jangka panjang akan membahayakan kondisi ekonomi dan politik Aceh ke depan dan hal ini harus dicari solusi yang konkrit dan konstruktif. Saran saya dalam perspektif perekonomian, sebenarnya tidak terlalu sulit untuk menjadikan Aceh ini sebagai salah satu provinsi terkaya di Sumatera bahkan di nusantara. Pertama, komitmen pimpinan daerah beserta perangkatnya dan seluruh lapisan masyarakat untuk menjalankan syari’at Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan terutama dalam hal ekonomi dengan cara menghindari dan menghapus praktek riba dalam seluruh lini kehidupan tanpa pandang bulu karena jelas secara syari’ah riba itu diharamkan.

Kedua, Aceh sangat cocok dikembangkan investasi dan wisata halal, dimana kedua item ini bisa berjalan beriringan karena cocok dengan falsafah orang Aceh yang dari dulu kental dengan praktek syari’at Islam dalam kehidupan masyarakat.

Ketiga, sumber daya alam Aceh yang banyak sudah semestinya dikelola oleh pemerintah Aceh secara khusus, agar bisa menghasilkan PAD yang besar untuk Aceh. Ini harus diperjuangkan oleh pejabat Aceh ke pusat agar bisa mensejahterakan masyarakat.

Keempat, sektor industri terutama agroindustry dan pabrik pengolahan bahan baku harus diperbanyak di Aceh untuk menghidupkan UMKM dan home industry karena produk pertanian di Aceh sangat bagus untuk dikembangkan karena memiliki kualitas ekspor sehingga ketergantungan kita dengan Medan bisa dikurangi bahkan dihilangkan.

Kelima, pemerintah Aceh wajib menghidupkan pelabuhan di Aceh agar bisa bersaing dengan Belawan di Sumatera Utara, makanya industri di Aceh harus diperbanyak terus agar menghasilkan produk yang bisa diekspor langsung ke luar negeri.

Terakhir, yang keenam adalah sektor perbankan syari’ah dan lembaga keuangan syari’ah lainnya harus terus dibenahi secara paripurna agar menghasilkan produk-produk perbankan yang berkualitas dan diminati oleh masyarakat Aceh, sehingga bisa meningkatkan kesadaran dan keinginan masyarakat untuk bisa bertransaksi di sektor tersebut. Kemudahan pembiayaan dan prinsip bagi hasil yang proporsional bisa menjadi alternatif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Aceh secara umum.

Jadi, kesimpulannya jika keenam solusi tersebut minimal bisa diimplementasikan dalam aktivitas ekonomi masyarakat Aceh, Insya Allah pembangunan ekonomi di Aceh dapat direalisasikan dengan cepat, sehingga peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran merupakan keniscayaan yang harus ada pada setiap insan Aceh. Wallahu’alam bishshawab.


Oleh : A. Rahmat Adi / Dosen FEBI UIN Ar-Raniry 🙏